Sebagai
dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang dalam ilmu
kenegaraan populer disebut sebagai dasar filsafat negara. Dalam kedudukan ini
Pancasila merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek
penyelenggaraan negara, termasuk sebagai sumber tertib hukum di negara Republik
Indonesia. Pancasila juga dapat diartikan sebagai landasan dan dasar negara
Indonesia yang mengatur seluruh struktur ketatanegaraan Republik Indonesia.
Dalam pemerintahan Indonesia, masih banyak bahkan sangat banyak
anggota-anggotanya dan juga sistem pemerintahannya yang tidak sesuai dengan
nila-nilai yang ada dalam setiap sila Pancasila. Padahal jika membahas negara
dan ketatanegaraan Indonesia kita harus meninjau dan memahami kembali sejarah
perumusan dan penetapan Pancasila, Pembukaan UUD, dan UUD 1945 oleh para
pendiri dan pembentuk negara Republik Indonesia. Dalam perumusan ketatanegaraan
Indonesia tidak boleh melenceng dari nilai-nilai Pancasila, pembentukan
karakter bangsa dilihat dari sistem ketatanegaraan Indonesia harus mencerminkan
nilai-nilai dari ideologi bangsa yaitu Pancasila. Namun jika dalam suatu
pemerintahan terdapat banyak penyimpangan dan kesalahan yang merugikan bangsa
Indonesia, itu akan membuat sistem ketatanegaraan Indonesia berantakan dan
begitupun dengan bangsanya sendiri.
Menurut
Prof. Dr. Notonegoro, SH. ; Pancasila merupakan norma hukum pokok atau pokok
kaidah fundamental dan memiliki kedudukan yang tetap, kuat, dan tidak berubah.
1.2.1
Apakah faktor-faktor yang melatar
belakangi Pancasila digunakan dalam konteks ketatanegaraan ?
1.2.2
Bagaimana sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945?
1.2.3
Bagaimana implementasi Pancasila dalam
konteks ketatanegaraan di Indonesia ?
1.3.1
Memenuhi tugas kelompok matakuliah
pendidikan pancasila
1.3.2
Mendeskripsikan UUD 1945
1.3.3
Untuk mengetahui faktor-faktor yang
melatarbelakangi Pancasila digunakan dalam konteks ketatanegaraan.
1.3.4
Untuk mengetahui sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila & UUD 1945.
1.3.5
Untuk mengetahui implementasi Pancasila
dalam konteks ketatanegaraan RI
Yang
dimaksud dengan undang-undang dasar dalam UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis
yang bersifat mengikat bagi pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarakat, dan
warga negara Indonesia di mana pun mereka berada, serta setiap penduduk yang
ada di wilayah Republik Indonesia. Sebagai hukum, UUD 1945 berisi norma,
aturan, atau ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati.
Undang-undang
dasar merupakan hukum dasar yang menjadi sumber hukum. Setiap produk hukum
seperti undang-undang, peraturan, atau keputusan pemerintah. bahkan setiap
kebijaksanaan pemerintah harus berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang
lebih tinggi dan tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan UUD 1945.
Dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memasuki abad 21, hukum di
Indonesia mengalami perubahan yang mendasar, hal ini adanya perubahan terhadap
Undang-Undang Dasar 1945. Perubahan (amandemen) dimaksud sampai empat kali,
yang dimulai pada tanggal 19 Oktober 1999 mengamandemen 2 pasal, amandemen
kedua pada tanggal 10 November 2001 sejumlah 10 pasal, dan amandemen keempat
pada tanggal 10 Agustus 2002 sejumlah 10 pasal serta 3 pasal Aturan Peralihan
dan Aturan Tambahan 2 pasal, apabila dilihat dari jumlah pasal pada
Undang-Undang Dasar 1945 adalah berjumlah 37 pasal, akan tetapi setelah
diamandemen jumlah pasalnya melebihi 37 pasal, yaitu menjadi 39 pasal. Hal ini
terjadi karena ada pasal-pasal yang diamandemen ulang seperti pasal 6A ayat 4
dan pasal 23 C.
Pancasila
sebagai dasar negara yang merupakan suatu asas kerohanian dalam ilmu
kenegaraan. Pancasila merupakan sumber nilai dan norma dalam setiap aspek
penyelenggaraan negara maka dari itu semua peraturan perundang-undangan serta
penjabarannya berdasarkan nilai-nilai pancasila.
Negara
Indonesia merupakan negara demokrasi, yang berdasarkan atas hukum, oleh karena
itu segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam
suatu sistem peraturan perundang-undangan. Pancasila dalam kontek
ketatanegaraan Republik Indonesia adalah pembagian kekuasaan lembaga lembaga
tinggi negara, hak dan kewajiban, keadilan sosial, dan lainnya diatur dalam
undang undang dasar negara. Pembukaan undang- undang dasar 1945 dalam kontek
ketatanegaraan, memiliki kedudukan yang sangat penting merupakan asas
fundamental dan berada pada hierarkhi tertib hukum tertinggi di Negara
Indonesia.
Dalam
beberapa tahun ini Imdonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar mengenai
sistem ketatanegaraan. Dalam hal perubahan tersebut secara umum dapat kita
katakana bahwa perubahan mendasar setelah empat kali amandemen UUN 1945 ialah
komposisi dari UUD tersebut, yang semula terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh
dan Penjelasannya, berubah menjadi hanya terdiri atas Pembukaan dan
pasal-pasal.
Penjelasan
UUD 1945, yang semula ada dan kedudukannya mengandung kontroversi karena tidak
turut disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dihapuskan. Materi yang
dikandungnya, sebagian dimasukkan, diubah dan ada pula yang dirumuskan kembali
ke dalam pasal-pasal amandemen. Perubahan mendasar UUD 1945 setelah empat kali
amandemen, juga berkaitan dengan pelaksanaan kedaulatan rakyat, dan
penjelmaannya ke dalam lembaga-lembaga Negara. Sebelum amandemen, kedaulatan
yang berada di tangan rakyat, dilaksanakan sepenuhnya oleh anggota anggota DPR
ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan itu, demikian
besar dan luas kewenangannya. Antara lain mengangkat dan memberhentikan Presiden,
serta mengubah Undang-Undang Dasar.
Prinsip kedaulatan yang berasal dari
rakyat tersebut di atas selama ini hanya
diwujudkan dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat yang merupakan
penjelmaan seluruh rakyat, pelaku
sepenuhnya kedaulatan rakyat, dan yang diakui sebagai lembaga tertinggi negara
dengan kekuasaan yang tidak terbatas. Dari Majelis inilah, kekuasaan rakyat itu
dibagi-bagikan secara vertikal ke dalam lembaga-lembaga tinggi Negara yang
berada dibawahnya. Karena itu, prinsip yang
dianut disebut sebagai prinsip pembagian
kekuasaan (distribution of power). Akan tetapi, dalam Undan-Undang dasar
hasil perubahan, prinsip kedaulatan rakyat tersebut ditentukan dibagikan secara
horizontal dengan cara memisahkannya (separation of power) menjadi kekuasaan-kekuasaan yang
dinisbatkan sebagai fungsi lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengendalikan
satu sama lain berdasarkan prinsip ‘checks and
balaces’.
Cabang kekuasaan legislatif tetap berada
di Majelis Permusyawaratan Rakyat, tetapi
majelis ini terdiri dari dua lembaga perwakilan yang sederajat dengan lembaga
negara lainnya. Untuk melengkapi
pelaksanaan tugas-tugas pengawasan, disamping lembaga legislatif dibentuk pula Badan Pemeriksa
Keuangan. Cabang kekuasaan eksekutif berada
ditangan Presiden dan Wakil Presiden. Untuk memberikan nasehat dan saran
kepada Presiden dan Wakil Presiden, dibentuk pula Dewan Pertimbangan Agung. Sedangkan cabang kekuasaan kehakiman dipegang oleh
Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Kedudukan Majelis Pemusyawaratan Rakyat
yang terdiri dari dua lembaga perwakilan itu adalah sederajad dengan Presiden
dan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Ketiga cabang kekuasaan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif itu sama-sama sederajat dan saling mengontrol satu
sama lain sesuai dengan prinsip ‘Check and
balances’. Dengan adanya prinsip ‘Check
and balances’ ini, maka kekuasaan negara
dapat diatur, dibatasi dan bahkan dikontrol dengan sesebaik-baiknya, sehingga
penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggara Negara ataupun
pribadi-pribadi yang kebetulan sedang menduduki
jabatan dalam lembaga-lembaga negara yang bersangkutan dapat dicegah dan
ditanggulangi dengan sebaik-baiknya,
Pasal-pasal yang dapat dianggap
mencerminkan perubahan tersebut antara lain adalah perubahan ketentuan pasal 5,
terutama ayat (1) juncto pasal 20 ayat (1) sampai dengan ayat (5) yang secara
jelas menentukan bahwa fungsi legislatif ada pada Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan Presiden adalah kepala
eksekutif. Disamping itu, ada pula ketentuan
mengenai kewenangan MPR yang tidak lagi dijadikan tempat kemana presiden
harus bertanggungjawab atau menyampaikan pertanggung-jawaban jabatannya. Selain
itu, ketentuan mengenai Mahkamah Konstitusi yang diberi kewenangan untuk
melakukan pengujian atas
Undang-Undang terhadap Undang-Undang
Dasar seperti ditentukan dalam pasal 24
ayat (1) juga mencerminkan dianutnya asas
pemisahan kekuasaan dan prinsip ‘check and balances’ antara cabang kekuasaan legislatif dan
yudikatif. Ketiga ketentuan itu memastikan tafsir berkenaan dengan terjadinya pergeseran MPR dari kedudukannya sebagai lembaga tertinggi
menjadi lembaga yang sederajat dengan
Presiden berdasarkan pemisahan kekuasaan dan prinsip ‘check and balances’.
A.
Format Baru Parlemen Tiga Kamar (MPR, DPR, DPD)
1.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Semula,
Majelis Permusyawaratan Rakyat kita dirancang
untuk diubah menjadi nama ‘genus’ dari lembaga perwakilan rakyat atau
parlemen Indonesia yang terdiri atas dua kamar dewan. Kamar pertama disebut
Dewan Perwakilan Rakyat, dan kamar kedua disebut Dewan Perwakilan Daerah.
Namun
demikian, setelah perubahan Keempat UUD 1945, terjadi perubanan mendasar dalam
kerangka struktur parlemen Indonesia. Pertama, susunan keanggotaan MPR berubah
secara structural karena dihapuskannya keberadaan Utusan Golongan yang
mencerminkan prinsi perwakilan fungsional (functional representation) dari
unsur keanggotaan MPR. Kedua bersamaan dengan perubahan yang Sebelum
diadakannya perubahan UUD, MPR memiliki 6 (enam) kewenangan yaitu:
a. menetapkan Undang-Undang Dasar &
mengubah Undang-Undang Dasar,
b. menetapkan Garis-Garis Besar Haluan
Negara,
c. memilih Presiden dan Wakil Presiden,
d. meminta dan menilai pertanggungjawaban
Presiden,
e. memberhentikan Presiden dan/ atau Wakil
Presiden.
Sekarang,
setelah diadakannya perubahan UUD 1945, kewenangan MPR berubah menjadi:
a.
menetapkan Undang-Undang Dasar dan/atau Perubahan UUD,
b.
melantik Presiden dan Wakil Presiden,
c.
memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta
d. menetapkan Presiden dan/atau Wakil
Presiden
Ketiga,
diadopsi prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power) secara tegas antara
fungsi legistatif dan eksekutif dalam perubahan pasal 5 ayat (1) juncto pasal
20 ayat (1) dalam perubahan pertama UUD 1945.
Keempat, diadopsinya prinsip pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam satu
paket secara langsung oleh rakyat dalam ketentuan pasal 6A ayat (1) perubahan
ketiga UUD 1945.
2.
Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Dalam pengaturan UUD 1945 pasca perubahan
Keempat DPD, menurut ketentuan pasal 22D (a) dapat mengajukan rancangan UU
tertentu kepada DPR (ayat 1), (b) ikut membahas rancangan UU tertentu (ayat 2),
(c) memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan UU APBN dan rancangan
UU tertentu (ayat 2), (d) dapat
melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU tertentu (ayat 3). Dengan kata lain,
DPD hanya memberikan masukan,
sedangkan yang memutuskan
adalah DPR, sehingga DPD ini
lebih tepat disebut sebagai Dewan Pertimbangan DPR, karena kedudukannya hanya
memberikan pertimbangan kepada DPR.
3.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Berdasarkan
ketentuan UUD 1945 pasca Perubahanan Keempat, fungsi legislatif berpusat di
tangan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 20 ayat (1) yang
baru menyatakan: “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang”. Selanjutnya
dinyatakan: “setiap rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk
mendapat persetujuan bersama.
Wewenang
Dewan Perwakilan Rakyat :
1. Bersama-sama
pemerintah menetapkan undang-undang. (Ps. 20 ayat 2)
2. Menetapkan
anggaran pendapatan dan belanja Negara dengan UU. (Ps. 23 ayat 3)
3. Memberikan
persetujuan kepada presiden atas pernyataan perang, membuat perdamaian, dan
perjanjian dengan Negara lain. (Ps. 11 ayat 1)
Hak Dewan Perwakilan
Rakyat
1. Sebagai
lembaga yang memegang peran pembuat undang-undang (bersama Presiden), DPR
memiliki hak antara lain :
a.
Hak Inisiatif (usul)
b.
Hak Amandemen (mengubah)
c.
Hak Refuse (menolak)
d.
Hak Ratifikasi (mengesahkan)
2. Sebagai
Lembaga yang memegang peran pengawasan (control) terhadap aktifitas Lembaga
Eksekutif, maka pada dirinya memiliki beberapa hak control yang khusus, yaitu :
a. Hak
mengajukan pertanyaan
b. Hak
Interpelasi
c. Hak
Angket
B.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Berdasarkan perubahan ketiga UUD 1945 yang
disahkan pada tahun 2001, hal ini diatur
dalam bab baru tersendiri, yaitu Bab VIIA Badan Pemeriksa Keuangan yang terdiri atas pasal 23E, pasal 23F, dan
pasal 23G. Isinyapun lebih lengkap yaitu masing-masing berisi tiga ayat, dua
ayat, dan dua ayat sehingga seluruhnya berjumlah tujuh ayat atau 7 butir
ketentuan. Pasal 23E menentukan bahwa “(1)
Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan
negara diadakan satu badan pemeriksa
keuangan yang bebas
dan mandiri; (2)
Hasil pemeriksaan keuangan Negara diserahkan kepada DPR, DPD,
dan DPRD sesuai kewenangannya; (3)
Hasil pemeriksaan tersebut ditindak lanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau
badan sesuai dengan Undang-Undang”.
Pasal 23F menetukan bahwa “(1)
anggota badan pemeriksa keuangan dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD, dan
diresmikan oleh Presiden. (2) Pimpinan
badan pemeriksa keuangan dipilih dari dan oleh anggota”. Pasal 23G menentukan: “(1) badan
pemeriksa keuangan berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di
setiap propinsi (2) ketentuan lebih lanjut mengenai badan pemeriksa keuangan
diatur dengan Undang-Undang”.
C. Presiden dan Wakil Presiden
Kedudukan Presiden
Salah
satu hasil amandemen UUD 1945 yang dituangkan ke dalam BAB III Pasal 4 Ayat (1)
ditetapkan bahwa : “ Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
Pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar “
Wewenang
Presiden
Sifat
khas “kekuasaan” seperti ini diformulasikan dalam bentuk adagium oleh seorang
negarawan besar dari Inggris – Lord Acton yang menyatakan “ The Power tends to
corrupt, but the absolute power trends to corrupt absolutely”.
1. Wewenang
Presiden Selaku Kepala Negara
a. Sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan
Udara (pasal 10)
b. Presiden
dengan persetujuan DPR berwenang menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan Negara lain (pasal 11 ayat 1)
c. Presiden
dalam membuat perjanjian lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar
bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan badan keuangan Negara, dan atau
mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan
DPR (pasal 11 ayat 2)
d. Presiden
menyatakan keadaan berbahaya
e. Presiden
mengangkat duta dan konsul
f. Dalam
hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR (pasal 13 ayat 2)
g. Presiden
berhak memberikan :
a) Grasi,yaitu
hak yang memberikan penghapusan, pengurangan dan penggantian hukuman.
b) Rehabilitasi,
yaitu hak mengembalikan kehormatan seseorang dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung (pasal 14 ayat 1).
c) Amnesty,
yaitu hak menghentikan penentuan perkara atas sekelompok orang.
d) Abolisi,
yaitu hak menghentikan penuntutan perkara atas seseorang tertentu dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (pasal 14 ayat 2)
h. Presiden
member gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang kehormatan yang
diatur dengan Undang-Undang (pasal 15)
i. Presiden
membentuk suatu Dewan Pertimbangan yang bertugas memberikan nasehat dan
pertimbangan kepada Presiden; yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang
2. Wewenang
Presiden sebagai Kepala Pemerintahan
a. Presiden
berwenang mengangkat menteri dan memperhatikannya (pasal 17 ayat 2)
b. Menjalankan
undang-undang (pasal 5 ayat 2)
c. Presiden
berhak menetapkan Peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang
sebagaimana mestinya (pasal 5 ayat 2)
d. Dalam
hal ihwal kepentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan
Pemerintah sebagai pengganti undang-undang (pasal 22 ayat 1)
3. Wewanang
Lainnya
a. Presiden(bersama-sama
DPR) menjalankan kekuasaan legislative (pasal 5 ayat 1).
b. Presiden
mengajukan Rencana Anggaran Pendapatan dan belanja Negara (pasal 23 ayat 2)
Fungsi
Wakil Presiden
Dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya Presiden dibantu oleh seorang wakil
Presiden, ditunjuk oleh pasal 4 ayat (2) bahwa “Dalam melakukan keewajibannya
Presiden dibantu oleh satu orang wakil Presiden”. Disamping ituWakil Presiden
berfungsi selaku pengganti Presiden manakala Presiden tetap, seperti bilamana
Presiden wafat, berhenti, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa
jabatannya.
D. Format Baru Kekuasaan Kehakiman MA dan MK
Sebelum adanya
Perubahan UUD, kekuasaan kehakiman atau fungsi yudikatif (judicial) hanya terdiri atas badan-badan
pengadilan yang berpuncak pada mahkamah agung. Namun, setelah perubahan ketiga
UUD 1945 disahkan, kekuasaan kehakiman
Negara kita mendapat tambahan satu jenis mahkamah lain yang berada di luar mahkamah agung. Lembaga baru
tersebut mempunyai kedudukan yang
setingkat atau sederajad dengan Mahkamah Agung. Sebutannya adalah Mahkamah Konstitusi (constitutional court) yang dewasa ini makin
banyak Negara yang membentuknya di luar kerangka Mahkamah Agung (supreme court).
Mahkamah Konstitusi ditentukan memiliki
lima kewenangan, yaitu:(a) melakukan pengujian
atas konstitusionalitas Undang-Undang; (b) mengambil putusan atau
sengketa kewenangan antar lembaga negara yang ditentukan menurut Undang-Undang
Dasar; (c) mengambil putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum ataupun mengalami
perubahan sehingga secara hukum tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden menjadi terbukti dan
karena itu dapat dijadikan alasan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk
memberhentikan Presiden dan/atauWakil
Presiden dari jabatannya; (d) memutuskan perkara perselisihan mengenai
hasil-hasil pemilihan umum, dan (e) memutuskan perkara berkenaan dengan
pembubaran partai politik.
Mengenai Mahkamah
Agung, dalam pasal 24 ayat (2), dibedakan antara badan peradilan dari lingkungan, peradilan.
“kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi”. Oleh sebab itu, badan-badan peradilan dalam
keempat lingkungan peradilan tersebut
semuanya berada di bawah Mahkamah Agung, harus dibedakan antara organ Mahkamah
dan badan-badan peradilan dengan hakim sebagai pejabat hokum dan penegak keadilan.
Komisi
Yudisial
Selain kedua badan
kekuasaan kehakiman tersebut ada lagi satu lembaga baru yang kewenangannya ditentukan dalam UUD,
yaitu komisi Yudisial. Dalam pasal 24B
ditegaskan: (1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan
mempunyai kewenangan lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keleluhuran martabat, serta perilaku hakim;
(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hokum serta memiliki integritas
dan kepribadian yang tidak tercela; (3)
Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikn oleh Presiden dengan
persetujuan DPR; (4) Susunan, kedudukan dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur
dengan Undang-Undang.
Pancasila
merupakan tuntunan bagi negara dan seluruh masyarakat indonesia dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara . pancasila adalah etika dan moral kebangsaan yang
harus mewujud dalam tata pikir dan tata waktu bagi bangsa dan negara Indonesia
dalam meembangun dan mengembangkan diri di tengah – tengah dinamika kehidupan
umat manusia pada umumnya , khususnya dinamika hubungan antara bangsa baik
dalam lingkup region maupun global . oleh karenanya pancasila tidak akan
berarti banyak jika hanya berada pada hakikatnya yang abstrak dan pribadi ,
kecuali mewujud secara kongkrit dalam sebuah bentuk aktivitas yang niscaya
seamkin membawa bangsa dan negara indonesia bergerak menuju cita – cita
nasionalnya . Dengan kata lain , implementasi pancasila adalah sebuah keharusan
, tidak ada pilihan lain. Pacasila adalah dasar negara dan sekaligus juga
falsafah hidup , atau way of life , bangsa indonesia maka kewajiban setiap
individu untuk melaksanakan pancasila tidak hanya merupakan sebuah kewajiban
hukum (legal obligation) saja , tetapi juga sebuah kewajiban moral (moral
obligation). Mengimplementasikan pancasila berarti mengimplemetasikannya secara
hukum menyeluruh . kendatipun pancasila terdiri dari 5 sila , tetapi antara
kelimanya mempunyai hubungan yang saling mengisi dan mengakulifikasi. Hal itu
mengisyaratkan bahwa pengimplementasian salah satu sila dapat dibedakan dari
sila lainnya hanya secara kognitif, tetapi tidak dipisahkan dalam praktek yang
senyatanya. Setiap sila menjiwai semua sila lainnya yang pada ujungnya akan
menyatu dan mewujud menjadi satu karakter bangsa Indonesia.
Implementasi
Pancasila dibagi 2 yaitu, Implementasi Objektif dan Subjektif Secara Utuh
Menyeluruh
3.1.1 Implementasi
Objektif, diawali dengan transformasi Pancasila kedalam pembukaan UUD 1945
sehingga memiliki fungsi konstitutif dan regulatif yang mengandung pokok
pikiran-1: Citanegara, pokok
pikiran-2: Tujuan Negara, pokok
pikiran-3: Sistem Negara, dan pokok pikiran-4: Moral
Negara (Abdulkadir Besar, 2005: 84-87). Dan selanutan Pancasila
diimplementasikan oleh negara dalam wujud semua peraturan perundang-undangan
atau kebijakan negara/pemerintah. Implementasi obyektif dipandang lebih
krusial, karena disamping melibatkan banyak pihak sehingga relatif tidak mudah
dalam pelaksanaannya, akibatnya atau hasilnya akan mempengaruhi kehidupan orang
banyak. Hal itu berbeda dari implementasi subyektif. Tindakan seseorang yang
tidak adil, misalnya ketidakadilan itu mungkin hanya berakibat kepada
orang-orang tertentu disekitarnya. Tetapi jika ketidakadilan itu merupakan
muatan sebuah peraturan, apalagi jika bentuknya undang-undang, yang akan
menanggung akibatnya akan jauh lebih banyak. Oleh sebab itu pencermatan
terhadap implementasi obyektif perlu dilakukan secara lebih luas dan mendalam.
4.1 Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik
Indonesia adalah pembagian kekuasaan lembaga lembaga tinggi negara, hak dan
kewajiban, keadilan sosial, dan lainnya diatur dalam undang undang dasar
negara. Pembukaan undang- undang dasar 1945 dalam kontek ketatanegaraan,
memiliki kedudukan yang sangat penting merupakan asas fundamental dan berada
pada hierarkhi tertib hukum tertinggi di Negara Indonesia.
4.2 Sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila diawali dengan teori pembagian kekuasaan dan
Prinsip “ Checks and Balances”. Yang
akhirnya terbentuk lembaga Negara menurut UUD 1945 yaitu MPR, DPR, BPK,
Presiden dan Wakil Presiden, serta Mahkamah Agung. Dalam uud 1935 yang telah
diamandemen terdapat satu lembaga baru, yang dinamakan Mahkamah Konstitusi.
Lembaga ini statusnya berada di bawah wewenang Mahkamah Agung seperti yang
dinyatakan dalam pasal 24 ayat (2) . Selain kedua badan kekuasaan kehakiman
tersebut ada lagi satu lembaga baru yang kewenangannya ditentukan dalam UUD,
yaitu komisi Yudisial yang dinyatakan dalam pasal 24B.
4.3
implementasi itu sangat penting, karena
betapapun baiknya peraturan, pelaksanaannya adalah individu-individu juga.
Terlebih lagi jika individu yang bersangkutan adalah pejabat publik atau tokoh
masyarakat dimana apa yang dilakukan atau tidak dilakukannya berakibat atau
berpengaruh bagi kehidupan orangg banyak (masyarakat).
DAFTAR PUSTAKA
Sembiring
Tama.et al. 2016. Pendidikan pancasila
untuk mahasiswa. Jakarta : Universitas Tama Jagakarsa