Senin, 11 Maret 2019

MAKALAH PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN RI



BAB I

PENDAHULUAN

Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang dalam ilmu kenegaraan populer disebut sebagai dasar filsafat negara. Dalam kedudukan ini Pancasila merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, termasuk sebagai sumber tertib hukum di negara Republik Indonesia. Pancasila juga dapat diartikan sebagai landasan dan dasar negara Indonesia yang mengatur seluruh struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Dalam pemerintahan Indonesia, masih banyak bahkan sangat banyak anggota-anggotanya dan juga sistem pemerintahannya yang tidak sesuai dengan nila-nilai yang ada dalam setiap sila Pancasila. Padahal jika membahas negara dan ketatanegaraan Indonesia kita harus meninjau dan memahami kembali sejarah perumusan dan penetapan Pancasila, Pembukaan UUD, dan UUD 1945 oleh para pendiri dan pembentuk negara Republik Indonesia. Dalam perumusan ketatanegaraan Indonesia tidak boleh melenceng dari nilai-nilai Pancasila, pembentukan karakter bangsa dilihat dari sistem ketatanegaraan Indonesia harus mencerminkan nilai-nilai dari ideologi bangsa yaitu Pancasila. Namun jika dalam suatu pemerintahan terdapat banyak penyimpangan dan kesalahan yang merugikan bangsa Indonesia, itu akan membuat sistem ketatanegaraan Indonesia berantakan dan begitupun dengan bangsanya sendiri.
Menurut Prof. Dr. Notonegoro, SH. ; Pancasila merupakan norma hukum pokok atau pokok kaidah fundamental dan memiliki kedudukan yang tetap, kuat, dan tidak berubah.
1.2.1        Apakah faktor-faktor yang melatar belakangi Pancasila digunakan dalam konteks ketatanegaraan ?
1.2.2        Bagaimana sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945?
1.2.3        Bagaimana implementasi Pancasila dalam konteks ketatanegaraan di Indonesia ?

1.3.1        Memenuhi tugas kelompok matakuliah pendidikan pancasila
1.3.2        Mendeskripsikan UUD 1945
1.3.3        Untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi Pancasila digunakan dalam konteks ketatanegaraan.
1.3.4        Untuk mengetahui sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila & UUD 1945.
1.3.5        Untuk mengetahui implementasi Pancasila dalam konteks ketatanegaraan RI


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. UNDANG-UNDANG DASAR 1945

Yang dimaksud dengan undang-undang dasar dalam UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis yang bersifat mengikat bagi pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarakat, dan warga negara Indonesia di mana pun mereka berada, serta setiap penduduk yang ada di wilayah Republik Indonesia. Sebagai hukum, UUD 1945 berisi norma, aturan, atau ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati.
Undang-undang dasar merupakan hukum dasar yang menjadi sumber hukum. Setiap produk hukum seperti undang-undang, peraturan, atau keputusan pemerintah. bahkan setiap kebijaksanaan pemerintah harus berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi dan tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan UUD 1945.
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memasuki abad 21, hukum di Indonesia mengalami perubahan yang mendasar, hal ini adanya perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Perubahan (amandemen) dimaksud sampai empat kali, yang dimulai pada tanggal 19 Oktober 1999 mengamandemen 2 pasal, amandemen kedua pada tanggal 10 November 2001 sejumlah 10 pasal, dan amandemen keempat pada tanggal 10 Agustus 2002 sejumlah 10 pasal serta 3 pasal Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan 2 pasal, apabila dilihat dari jumlah pasal pada Undang-Undang Dasar 1945 adalah berjumlah 37 pasal, akan tetapi setelah diamandemen jumlah pasalnya melebihi 37 pasal, yaitu menjadi 39 pasal. Hal ini terjadi karena ada pasal-pasal yang diamandemen ulang seperti pasal 6A ayat 4 dan pasal 23 C.

2.2  Latar Belakang Pancasila Digunakan dalam Konteks Ketatanegaraan RI

Pancasila sebagai dasar negara yang merupakan suatu asas kerohanian dalam ilmu kenegaraan. Pancasila merupakan sumber nilai dan norma dalam setiap aspek  penyelenggaraan negara maka dari itu semua peraturan perundang-undangan serta penjabarannya berdasarkan nilai-nilai pancasila.
Negara Indonesia merupakan negara demokrasi, yang berdasarkan atas hukum, oleh karena itu segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam suatu sistem peraturan perundang-undangan. Pancasila dalam kontek ketatanegaraan Republik Indonesia adalah pembagian kekuasaan lembaga lembaga tinggi negara, hak dan kewajiban, keadilan sosial, dan lainnya diatur dalam undang undang dasar negara. Pembukaan undang- undang dasar 1945 dalam kontek ketatanegaraan, memiliki kedudukan yang sangat penting merupakan asas fundamental dan berada pada hierarkhi tertib hukum tertinggi di Negara Indonesia.
Dalam beberapa tahun ini Imdonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar mengenai sistem ketatanegaraan. Dalam hal perubahan tersebut secara umum dapat kita katakana bahwa perubahan mendasar setelah empat kali amandemen UUN 1945 ialah komposisi dari UUD tersebut, yang semula terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasannya, berubah menjadi hanya terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.
Penjelasan UUD 1945, yang semula ada dan kedudukannya mengandung kontroversi karena tidak turut disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dihapuskan. Materi yang dikandungnya, sebagian dimasukkan, diubah dan ada pula yang dirumuskan kembali ke dalam pasal-pasal amandemen. Perubahan mendasar UUD 1945 setelah empat kali amandemen, juga berkaitan dengan pelaksanaan kedaulatan rakyat, dan penjelmaannya ke dalam lembaga-lembaga Negara. Sebelum amandemen, kedaulatan yang berada di tangan rakyat, dilaksanakan sepenuhnya oleh anggota anggota DPR ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan itu, demikian besar dan luas kewenangannya. Antara lain mengangkat dan memberhentikan Presiden, serta mengubah Undang-Undang Dasar.


2.3.1 Teori Pembagian Kekuasaan dan Prinsip “ Checks and Balances

Prinsip kedaulatan yang berasal dari rakyat tersebut di atas selama ini hanya   diwujudkan dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat yang merupakan penjelmaan seluruh   rakyat, pelaku sepenuhnya kedaulatan rakyat, dan yang diakui sebagai lembaga tertinggi negara dengan kekuasaan yang tidak terbatas. Dari Majelis inilah, kekuasaan rakyat itu dibagi-bagikan secara vertikal ke dalam lembaga-lembaga tinggi Negara yang berada   dibawahnya. Karena itu, prinsip yang dianut disebut sebagai prinsip pembagian      kekuasaan (distribution of power). Akan tetapi, dalam Undan-Undang dasar hasil perubahan, prinsip kedaulatan rakyat tersebut ditentukan dibagikan secara horizontal dengan cara memisahkannya (separation of  power) menjadi kekuasaan-kekuasaan yang dinisbatkan sebagai fungsi lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain  berdasarkan prinsip ‘checks and   balaces’.
Cabang kekuasaan legislatif tetap berada di Majelis Permusyawaratan Rakyat, tetapi   majelis ini terdiri dari dua lembaga perwakilan yang sederajat dengan lembaga negara      lainnya. Untuk melengkapi pelaksanaan tugas-tugas pengawasan, disamping lembaga     legislatif dibentuk pula Badan Pemeriksa Keuangan. Cabang kekuasaan eksekutif berada   ditangan Presiden dan Wakil Presiden. Untuk memberikan nasehat dan saran kepada Presiden dan Wakil Presiden, dibentuk pula Dewan Pertimbangan Agung. Sedangkan      cabang kekuasaan kehakiman dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Kedudukan Majelis Pemusyawaratan Rakyat yang terdiri dari dua lembaga perwakilan itu adalah sederajad dengan Presiden dan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Ketiga cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif itu sama-sama sederajat dan saling mengontrol satu sama lain sesuai dengan prinsip ‘Check and    balances’. Dengan adanya prinsip ‘Check and balances’ ini, maka kekuasaan negara    dapat diatur, dibatasi dan bahkan dikontrol dengan sesebaik-baiknya, sehingga penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggara Negara ataupun pribadi-pribadi   yang kebetulan sedang menduduki jabatan dalam lembaga-lembaga negara yang bersangkutan dapat dicegah dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya,
Pasal-pasal yang dapat dianggap mencerminkan perubahan tersebut antara lain adalah perubahan ketentuan pasal 5, terutama ayat (1) juncto pasal 20 ayat (1) sampai dengan ayat (5) yang secara jelas menentukan bahwa fungsi legislatif ada pada Dewan Perwakilan    Rakyat, sedangkan Presiden adalah kepala eksekutif. Disamping itu, ada pula ketentuan   mengenai kewenangan MPR yang tidak lagi dijadikan tempat kemana presiden harus bertanggungjawab atau menyampaikan pertanggung-jawaban jabatannya. Selain itu, ketentuan mengenai Mahkamah Konstitusi yang diberi kewenangan untuk melakukan     pengujian atas Undang-Undang terhadap Undang-Undang
Dasar seperti ditentukan dalam pasal 24 ayat (1) juga mencerminkan dianutnya asas   pemisahan kekuasaan dan prinsip ‘check and balances’ antara cabang kekuasaan       legislatif  dan  yudikatif. Ketiga ketentuan itu memastikan tafsir berkenaan dengan    terjadinya pergeseran MPR dari  kedudukannya sebagai lembaga tertinggi menjadi     lembaga yang sederajat dengan Presiden berdasarkan pemisahan kekuasaan dan prinsip ‘check and balances’.

2.3.2 Lembaga Negara Menurut UUD 1945

A.  Format Baru Parlemen Tiga Kamar (MPR, DPR, DPD)
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Semula, Majelis Permusyawaratan Rakyat kita dirancang  untuk diubah menjadi nama ‘genus’ dari lembaga perwakilan rakyat atau parlemen Indonesia yang terdiri atas dua kamar dewan. Kamar pertama disebut Dewan Perwakilan Rakyat, dan kamar kedua disebut Dewan Perwakilan Daerah.
Namun demikian, setelah perubahan Keempat UUD 1945, terjadi perubanan mendasar dalam kerangka struktur parlemen Indonesia. Pertama, susunan keanggotaan MPR berubah secara structural karena dihapuskannya keberadaan Utusan Golongan yang mencerminkan prinsi perwakilan fungsional (functional representation) dari unsur keanggotaan MPR. Kedua bersamaan dengan perubahan yang Sebelum diadakannya perubahan UUD, MPR memiliki 6 (enam) kewenangan yaitu:
a. menetapkan Undang-Undang Dasar & mengubah Undang-Undang Dasar,
b. menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara,
c. memilih Presiden dan Wakil Presiden,
d. meminta dan menilai pertanggungjawaban Presiden,
e. memberhentikan Presiden dan/ atau Wakil Presiden.
Sekarang, setelah diadakannya perubahan UUD 1945, kewenangan MPR berubah menjadi:
a. menetapkan Undang-Undang Dasar dan/atau Perubahan UUD,
b. melantik Presiden dan Wakil Presiden,
c. memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta
d. menetapkan Presiden dan/atau Wakil Presiden
Ketiga, diadopsi prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power) secara tegas antara fungsi legistatif dan eksekutif dalam perubahan pasal 5 ayat (1) juncto pasal 20 ayat (1)  dalam perubahan pertama UUD 1945. Keempat, diadopsinya prinsip pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam satu paket secara langsung oleh rakyat dalam ketentuan pasal 6A ayat (1) perubahan ketiga   UUD 1945.
2. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Dalam pengaturan UUD 1945 pasca perubahan Keempat DPD, menurut ketentuan pasal 22D (a) dapat mengajukan rancangan UU tertentu kepada DPR (ayat 1), (b) ikut membahas rancangan UU tertentu (ayat 2), (c) memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan UU APBN dan rancangan UU    tertentu (ayat 2), (d) dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU tertentu (ayat 3). Dengan kata lain, DPD hanya memberikan masukan,   sedangkan   yang  memutuskan   adalah   DPR, sehingga DPD ini lebih tepat disebut sebagai Dewan Pertimbangan DPR, karena kedudukannya hanya memberikan pertimbangan kepada DPR.
3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Berdasarkan ketentuan UUD 1945 pasca Perubahanan Keempat, fungsi legislatif berpusat di tangan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 20 ayat (1)  yang   baru menyatakan: “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan      membentuk Undang-Undang”. Selanjutnya dinyatakan: “setiap rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan     bersama.
Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat :
1.    Bersama-sama pemerintah menetapkan undang-undang. (Ps. 20 ayat 2)
2.    Menetapkan anggaran pendapatan dan belanja Negara dengan UU. (Ps. 23 ayat 3)
3.    Memberikan persetujuan kepada presiden atas pernyataan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan Negara lain. (Ps. 11 ayat 1)
Hak Dewan Perwakilan Rakyat
1.    Sebagai lembaga yang memegang peran pembuat undang-undang (bersama Presiden), DPR memiliki hak antara lain :
a.         Hak Inisiatif (usul)
b.        Hak Amandemen (mengubah)
c.         Hak Refuse (menolak)
d.        Hak Ratifikasi (mengesahkan)
2.    Sebagai Lembaga yang memegang peran pengawasan (control) terhadap aktifitas Lembaga Eksekutif, maka pada dirinya memiliki beberapa hak control yang khusus, yaitu :
a.    Hak mengajukan pertanyaan
b.    Hak Interpelasi
c.    Hak Angket
B.    Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
  Berdasarkan perubahan ketiga UUD 1945 yang disahkan pada tahun 2001,   hal ini diatur dalam bab baru tersendiri, yaitu Bab VIIA Badan Pemeriksa Keuangan   yang terdiri atas pasal 23E, pasal 23F, dan pasal 23G. Isinyapun lebih lengkap yaitu masing-masing berisi tiga ayat, dua ayat, dan dua ayat sehingga seluruhnya berjumlah tujuh ayat atau 7 butir ketentuan. Pasal 23E menentukan bahwa “(1)   Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan negara    diadakan satu badan pemeriksa keuangan   yang   bebas   dan   mandiri;   (2)   Hasil   pemeriksaan   keuangan Negara diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai   kewenangannya; (3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindak lanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan Undang-Undang”.  Pasal 23F menetukan   bahwa “(1) anggota badan pemeriksa keuangan dipilih oleh DPR dengan      memperhatikan pertimbangan DPD, dan diresmikan oleh Presiden. (2) Pimpinan      badan pemeriksa keuangan dipilih dari dan oleh  anggota”. Pasal 23G menentukan: “(1) badan pemeriksa keuangan berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap propinsi (2) ketentuan lebih lanjut mengenai badan pemeriksa keuangan diatur dengan Undang-Undang”.
C.     Presiden dan Wakil Presiden
Kedudukan Presiden
Salah satu hasil amandemen UUD 1945 yang dituangkan ke dalam BAB III Pasal 4 Ayat (1) ditetapkan bahwa : “ Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan Pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar “
Wewenang Presiden
Sifat khas “kekuasaan” seperti ini diformulasikan dalam bentuk adagium oleh seorang negarawan besar dari Inggris – Lord Acton yang menyatakan “ The Power tends to corrupt, but the absolute power trends to corrupt absolutely”.
1.    Wewenang Presiden Selaku Kepala Negara
a.    Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara (pasal 10)
b.    Presiden dengan persetujuan DPR berwenang menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain (pasal 11 ayat 1)
c.    Presiden dalam membuat perjanjian lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan badan keuangan Negara, dan atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan DPR (pasal 11 ayat 2)
d.   Presiden menyatakan keadaan berbahaya
e.    Presiden mengangkat duta dan konsul
f.     Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR (pasal 13 ayat 2)
g.    Presiden berhak memberikan :
a)    Grasi,yaitu hak yang memberikan penghapusan, pengurangan dan penggantian hukuman.
b)   Rehabilitasi, yaitu hak mengembalikan kehormatan seseorang dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (pasal 14 ayat 1).
c)    Amnesty, yaitu hak menghentikan penentuan perkara atas sekelompok orang.
d)   Abolisi, yaitu hak menghentikan penuntutan perkara atas seseorang tertentu dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (pasal 14 ayat 2)
h.    Presiden member gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang kehormatan yang diatur dengan Undang-Undang (pasal 15)
i.      Presiden membentuk suatu Dewan Pertimbangan yang bertugas memberikan nasehat dan pertimbangan kepada Presiden; yang selanjutnya diatur dalam Undang-Undang
2.    Wewenang Presiden sebagai Kepala Pemerintahan
a.    Presiden berwenang mengangkat menteri dan memperhatikannya (pasal 17 ayat 2)
b.    Menjalankan undang-undang (pasal 5 ayat 2)
c.    Presiden berhak menetapkan Peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya (pasal 5 ayat 2)
d.   Dalam hal ihwal kepentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti undang-undang (pasal 22 ayat 1)
3.    Wewanang Lainnya
a.    Presiden(bersama-sama DPR) menjalankan kekuasaan legislative (pasal 5 ayat 1).
b.    Presiden mengajukan Rencana Anggaran Pendapatan dan belanja Negara (pasal 23 ayat 2)
Fungsi Wakil Presiden
Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya Presiden dibantu oleh seorang wakil Presiden, ditunjuk oleh pasal 4 ayat (2) bahwa “Dalam melakukan keewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang wakil Presiden”. Disamping ituWakil Presiden berfungsi selaku pengganti Presiden manakala Presiden tetap, seperti bilamana Presiden wafat, berhenti, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.
D.     Format Baru Kekuasaan Kehakiman MA dan MK
Sebelum adanya Perubahan UUD, kekuasaan kehakiman atau fungsi yudikatif   (judicial) hanya terdiri atas badan-badan pengadilan yang berpuncak pada mahkamah agung. Namun, setelah perubahan ketiga UUD 1945 disahkan, kekuasaan   kehakiman Negara kita mendapat tambahan satu jenis mahkamah lain yang berada   di luar mahkamah agung. Lembaga baru tersebut mempunyai kedudukan yang   setingkat atau sederajad dengan Mahkamah Agung. Sebutannya adalah Mahkamah      Konstitusi  (constitutional court) yang dewasa ini makin banyak Negara yang   membentuknya di  luar kerangka Mahkamah Agung (supreme court). Mahkamah   Konstitusi ditentukan memiliki lima kewenangan, yaitu:(a) melakukan pengujian   atas konstitusionalitas Undang-Undang; (b) mengambil putusan atau sengketa kewenangan antar lembaga negara yang ditentukan menurut Undang-Undang Dasar; (c) mengambil putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum ataupun mengalami perubahan sehingga secara hukum tidak memenuhi syarat sebagai Presiden     dan/atau Wakil Presiden menjadi terbukti dan karena itu dapat dijadikan alasan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk memberhentikan Presiden dan/atauWakil   Presiden dari jabatannya; (d) memutuskan perkara perselisihan mengenai hasil-hasil  pemilihan umum, dan (e)  memutuskan perkara berkenaan dengan pembubaran partai politik.
Mengenai Mahkamah Agung, dalam pasal 24 ayat (2), dibedakan antara badan   peradilan dari lingkungan, peradilan. “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam   lingkungan   peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,   lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Oleh sebab itu, badan-badan peradilan dalam keempat lingkungan peradilan   tersebut semuanya berada di bawah Mahkamah Agung, harus dibedakan antara organ Mahkamah dan badan-badan peradilan dengan hakim sebagai pejabat hokum dan   penegak keadilan.
Komisi Yudisial
Selain kedua badan kekuasaan kehakiman tersebut ada lagi satu lembaga baru    yang kewenangannya ditentukan dalam UUD, yaitu komisi Yudisial. Dalam pasal   24B ditegaskan: (1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang       mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai kewenangan lain dalam    rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keleluhuran martabat, serta perilaku hakim; (2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan   pengalaman di bidang hokum serta memiliki integritas dan  kepribadian yang tidak   tercela; (3)  Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikn oleh Presiden dengan persetujuan DPR; (4) Susunan, kedudukan dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan Undang-Undang.

3.1 Implementasi Pancasila Dalam Konteks Ketatanegaraan RI

Pancasila merupakan tuntunan bagi negara dan seluruh masyarakat indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara . pancasila adalah etika dan moral kebangsaan yang harus mewujud dalam tata pikir dan tata waktu bagi bangsa dan negara Indonesia dalam meembangun dan mengembangkan diri di tengah – tengah dinamika kehidupan umat manusia pada umumnya , khususnya dinamika hubungan antara bangsa baik dalam lingkup region maupun global . oleh karenanya pancasila tidak akan berarti banyak jika hanya berada pada hakikatnya yang abstrak dan pribadi , kecuali mewujud secara kongkrit dalam sebuah bentuk aktivitas yang niscaya seamkin membawa bangsa dan negara indonesia bergerak menuju cita – cita nasionalnya . Dengan kata lain , implementasi pancasila adalah sebuah keharusan , tidak ada pilihan lain. Pacasila adalah dasar negara dan sekaligus juga falsafah hidup , atau way of life , bangsa indonesia maka kewajiban setiap individu untuk melaksanakan pancasila tidak hanya merupakan sebuah kewajiban hukum (legal obligation) saja , tetapi juga sebuah kewajiban moral (moral obligation). Mengimplementasikan pancasila berarti mengimplemetasikannya secara hukum menyeluruh . kendatipun pancasila terdiri dari 5 sila , tetapi antara kelimanya mempunyai hubungan yang saling mengisi dan mengakulifikasi. Hal itu mengisyaratkan bahwa pengimplementasian salah satu sila dapat dibedakan dari sila lainnya hanya secara kognitif, tetapi tidak dipisahkan dalam praktek yang senyatanya. Setiap sila menjiwai semua sila lainnya yang pada ujungnya akan menyatu dan mewujud menjadi satu karakter bangsa Indonesia.
Implementasi Pancasila dibagi 2 yaitu, Implementasi Objektif dan Subjektif Secara Utuh Menyeluruh



4.1 Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia adalah pembagian kekuasaan lembaga lembaga tinggi negara, hak dan kewajiban, keadilan sosial, dan lainnya diatur dalam undang undang dasar negara. Pembukaan undang- undang dasar 1945 dalam kontek ketatanegaraan, memiliki kedudukan yang sangat penting merupakan asas fundamental dan berada pada hierarkhi tertib hukum tertinggi di Negara Indonesia.
4.2 Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila diawali dengan teori pembagian kekuasaan dan Prinsip “ Checks and Balances”. Yang akhirnya terbentuk lembaga Negara menurut UUD 1945 yaitu MPR, DPR, BPK, Presiden dan Wakil Presiden, serta Mahkamah Agung. Dalam uud 1935 yang telah diamandemen terdapat satu lembaga baru, yang dinamakan Mahkamah Konstitusi. Lembaga ini statusnya berada di bawah wewenang Mahkamah Agung seperti yang dinyatakan dalam pasal 24 ayat (2) . Selain kedua badan kekuasaan kehakiman tersebut ada lagi satu lembaga baru yang kewenangannya ditentukan dalam UUD, yaitu komisi Yudisial yang dinyatakan dalam pasal 24B.
4.3  implementasi itu sangat penting, karena betapapun baiknya peraturan, pelaksanaannya adalah individu-individu juga. Terlebih lagi jika individu yang bersangkutan adalah pejabat publik atau tokoh masyarakat dimana apa yang dilakukan atau tidak dilakukannya berakibat atau berpengaruh bagi kehidupan orangg banyak (masyarakat).




DAFTAR PUSTAKA

Sembiring Tama.et al. 2016. Pendidikan pancasila untuk mahasiswa. Jakarta : Universitas Tama Jagakarsa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

INVENTORY CONTROL - Metode Period Order Quantity (POQ)

  PER T E M U A N 6 INVENTORY CONTROL (POQ)   A . T U J U A N P R A K T I KU M Pada pertemuan ini akan dibahas mengenai invento...